"Hari
orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari
mengingat Allah. Barang siapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang
yang merugi.
Dan
belanjakanlah sebagian hartamu dari apa yang telah kami berikan kepadamu
sebelum datang kematian kepada salah seorang diantara kamu; lalu ia berkata :
“ya Rabb-ku mengapa engkau tidak menangguhkan (kematian)ku sampai waktu yang
dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang
saleh?
Dan
Allah sekali-kali tidak menagguhkan (kematian)sesorang apabila telah datang
waktu kematiannya dan Allah Maha Mengenal apa yang kamu kerjakan."
QS :
Al-Munafiqun 9-11
Sebentar lagi mayoritas pegawai negeri di Indonesia akan menerima gaji bulanan sepertinya. Senangnya tak teramat bagi pegawai baru yang akhirnya bisa menerima gaji pertamanya setelah berhari-hari bekerja hingga lelah fisik dan mental. Tidak hanya para pegawai juga ternyata yang akan menerima gaji, namun kami sebagai para mahasiswa asing di Turki akan menerima beasiswa pertama kami. Kami sudah tidak sabar menyambut sang gaji pertama setelah 2 bulan kami dilanda oleh krisis moneter sehingga kami harus berjuang keras untuk hidup di negara orang ini.
Seiring akan datangnya sang beasiswa ituTeman-teman saya saling
berangan-angan dan berencana untuk membeli ini membeli itu. sepatu, jaket dan
lain-lain. Bahkan jauh sebelumnya mereka sudah crosscheck ke toko-toko,
mengincar apa-apa yang mereka inginkan.
Di kelas mungil itu selalu terdengar kata-kata “aku pengen
beli ini aku pengen beli itu”. “wah jaket di tokok A bagus and harganya segitu”.
Melihat mereka berangan-angan membuat saya ketawa.
saya hanya bisa mendengarkan apa yang mereka sedang
bicarakan karena saya hanyalah pendengar. disamping itu saya juga
tidak nafsu untuk bercuap-cuap dan
enggan terlibat dalam perbincangan mereka. meski dalam diri ini juga menyutujui
keinginan mereka dan ikut menambahi keseruan dalam perbincangan mereka. Namun
sepertinya kurang enak saja untuk dipikirkan sampai sejauh itu.
Teman-teman yang saya sayangi, keinginan duniawi tersebut
wajar kita miliki. Namun bukankah lebih baik bagi kita untuk berencana
membelanjakan sebagian harta itu di jalan Allah nantinya? Bukankah rencana
seperti itulah yang seharusnya kita pikirkan terlebih dahulu sebelum rencana lainnya
yang ingin kita wujudkan? Sayangnya, pemikiran seperti ini jarang kita miliki. Justru
kita lupa dan menjadi kufur atas nikmat Allah.
Kita adalah mahluk yang berakal dan mahluk yang beradab. Jika
kita beradab, seharusnya kita tahu akan balas budi.seharusnya Kita tahu diri
bagaimana kita sebenarnya dan bagaimana kita sebelumnya.ingatlah bagaimana kita
dahulu. Siapakah yang kita ingat dan kita berdoa kepadanya ketika kita
menghadapi masa-masa sulit itu? Allah bukan. Namun mengapa setelah kita senang
kita lupakan Dia? Seperti kacang lupa kulitnya.
Mari kita bayangkan saja jika kita memiliki teman dan ketika
teman itu sedang kesusahan dia datang kepada kita untuk meminta bantuan. Kita membantunya,
mengorbankan waktu, tenaga, pikiran dan harta. Namun, kita dia telah berhasil
keluar dari kesusahannya dan kembali bahagia dia lupa kepada kita. Dia lupa
kepada kita sebagai orang yang ada di balik layar kebahagiaannya, sebagai orang
yang berjasa menolongnya.Kita pastlahi akan merasakan sakit hati dan kita pun
pasti enggan untuk membantu dia lagi ketika musibah kembali melanda dan
menghilangkan kebahagiannya itu.
Jika demikian, pantaskah kita melupakan Sang Penolong? Pantaskah
kita menomorduakan Sang Pemberi Bantuan?sungguh tidak pantas.
Kebahagiaan sudah di depan mata bahkan sudah kita raih juga.
Tunggu apa lagi, mari kita cari Allah. Mari kita berterima kasih kepada Allah
dan memohon atas keridhoannya. Membelanjakan sebagian apa yang kita dapat
sebagai wujud dari rasa terima kasih itu. rencanakan untuk berterima kasih. Rencanakan
bagaimana untuk membelanjakan di jalanNya. Jangan sampai nikmat Allah membuat
kita menjadi kufur dan lupa diri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar