Kamis, 26 Mei 2011

Di Sisa Waktu

Oleh : Rizki Dwi Wahyu Kurniawan

Manusia tak pernah luput dari dosa. Begitu juga saya.

Saya adalah remaja yang sedang mencari jati diri. Banyak sekali permasalahan saya seperti remaja lain pada umumnya. Terkadang saya sering frustasi karena masalah saya sendiri. Ketika saya frustasi, saya tak jarang lagi, bahkan sering mencari kegiatan dengan tujuan menghilangkan rasa frustasi dan depresi itu. Namun, jalan yang saya ambil ternyata salah. Menyimpang. Bodohnya juga saya tidakk tahu bahwa semua itu adalah salah.

Saya merasa seperti terjun ke dalam laut kesalahan yang luas dan dalam. Semakin jauh saya berjalan, semakin dalam saya tenggelam. Mungkin saya tidak sendirian di dalam laut itu. Banyak remaja-remaja lain yang tak berfikir panjang yang hanya memikirkan duniawi saja yang ada bersama saya di dalam laut kesalahan. Mereka ada yang jauh lebih dalam dari tempat saya dan ada juga yang baru berada di tepian. Namun sungguh beruntung bagi mereka yang mengurungkan niatnya untuk menyelam lebih jauh ke dalam laut ini.

Semakin dalam saya menyelam, semakin tuli telinga ini. Semakin dalam saya menyelam semakin sulit orang-orang disana menolong saya dan melihat saya. Dan semakin dalam saya menyelam semakin saya menemukan ujung hidup saya yang sia-sia.

Kenapa saya? Saya begitu tak berfikir. Saya begitu bingung dengan apa yang saya lakukan. Begitu banyak bisikan-bisikan yang entah dari mana masuk ke dalam telinga saya namun saya menghiraukannya. Saya hanya ingin terus menyelam dan terus menyelam hingga tenaga saya dan waktu saya habis.

Setelah sekian lama, saat tubuh saya mulai kedinginan dan mulai tak berfungsi, otak saya mulai berputar dan di situlah hati saya berkata. Di situlah saya merasakan hanya hatilah yang mampu mendengar dan mampu berkata di saat saya tak bisa menggunakan mulut saya untuk berbicara, dan tak bisa menggunakan telinga saya untuk mendengar.

Apakah kau gila? Apakah kau tak tahu kau sedang dimana? Bukankah begitu banyak ilmu yang kau dapatkan untuk menjalani hidup ini dengan kebaikan? Namun mengapa kau memilih laut kesalahan ini untuk menhabiskan waktumu? Apakah kau ingin menjadi sebuah bangkai ikan yang tak berarti apa-apa? Apakah kau ingin bersama bongkahan kapal-kapal yang karam ini untuk selamanya?

Hidup tak kekal. Hidup di dunia ini sementara. Hidup memang sulit. Hidup memang penuh dengan cobaan. Namun bukan seperti ini yang Allah inginkan dengan menciptakan saya di dunia, dengan memberi saya ujian dan dengan memberi saya penderitaan.

Waktu saya tak banyak lagi. Mungkin saya tak memiliki harapan untuk keluar dari laut tak berbatas ini. Karena saya tak tahu saya harus kemana.

Namun, hati saya mulai berkata lagi. Dia memberi saya petunjuk. Ilmu-ilmusaya selama ini mulai bekerja dalam otak dan hati saya sehingga saya tahu saya harus bagaimana. Mungkin orang berkata tidak mungkin saya bisa berada dipuncak gunung sekarang karena sekarang saya berada di tengah laut yang dalam. Begitu banyak bisikan-bisikan setan ditelinga saya. Mereka ingin saya untuk tinggal. Mereka ingin saya untuk mati dengan yang lain di dalam laut ini. Mereka berusaha membuat saya putus asa untuk bertobat. Mereka berusaha membuat hati saya ikut mati. Dan mereka berusaha untuk membuat saya percaya bahwa tak ada lagi harapan untuk pergi ke daratan.

Saya memejamkan mata, saya menutup telinga, saya berhenti berbicara dan saya berhenti bergerak. Saya biarkan hati saya yang menyelesaikan semua itu. Karena saya tahu bahwa pada dasarnya hati saya tercipta dalam keadaan bersih dan suci. Saya yakin karena hati saya selalu ingin berkata benar karena hati saya tahu mana yang benar dan mana yang salah. Namun semua itu terhalangi dengan aggota tubuh saya ini.

Saya diam sejenak, merenungkan semua dan memantapkan keputusan saya.

Saat saya tergerak, saat mata saya kembali melihat semua yang ada di sekitar saya dan telinga mulai mendengar suara nyata kehidupan ini, saya dengan sisa waktu dan tenaga saya mencoba untuk mulai berenang menuju daratan, berenang dan terus berenang.

Memang benar bahwa saya tak mungkin bisa berada di pucak gunung sekarang ini, karena saya sekarang berada di tengah lautan.

Namun, berenang menuju ke daratan lebih baik bagisaya dan jauh lebih baik daripada saya harus berdiam diri di dalam lautan kesalahan, terbawa arus lebih jauh dari daratan. Meter per meter mendekati daratan lebih baik bagi saya daripada saya mati kedinginan di tengah laut kesalahan ini tanpa ada yang menolong dan mengubur jasad saya kelak.

Jika memang waktu saya cukup, saya mampu berada di tepian suatu saat nanti dan saya mencoba untuk menjauh dari lautan ini, terus menjauh hingga saya sampai pada tempat dimana saya tak melihat lautan ini lagi.

Kini, saya terus berusaha dan terus bermimpi berada di puncak gunung kemenangan saat ini. Saya terus berenang meski banyak air laut yang asin yang masuk ke dalam mulut saya ini. Saya terus mencari ampunan dari Allah swt, mencari pertolongan dengan menjalankan syariatNya. Dibutuhkan seribu langkah lebih untuk mencapai puncak kemenangan itu, karena tidak mungkin dengan melangkah satu kali kita bisa berada di puncak kemenangan itu sekarang.

“Selangkah demi selangkah menuju surga lebih baik dari pada kita diam dan terbawa arus menuju neraka”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...